Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2015

Satu Ulasan tentang Buku Joko Pinurbo

UPAYA PUITWIT MENAKLUKAN PUISI Penyair Joko Pinurbo (Jokpin) menerbitkan buku barunya, Haduh aku di-follow . Berbeda dengan buku puisi sebelumnya, karya Jokpin kali ini hadir dengan sampul yang sangat mencolok. Buku dengan ukuran yang lebih besar dibanding buku Jokpin lainnya ini, seluruh halamannya dipenuhi ilustrasi-ilustrasi menarik karya Rio Suzandy. Jika melihat selintas, penggemar fanatik Jokpin mungkin akan kecewa melihat buku terbaru penyair kesayangannya hadir dengan kondisi ngepop . Terlepas dari penampilannya, buku yang memuat tulisan Jokpin   ini saya kira sangat layak dibicarakan. Dasar penyair, terlebih penyair Jokpin, berbagai upaya terus ditempuh untuk memanjangkan nafas kepenyairannya. Setelah sukses dengan “celana”, “ranjang”, “kuburan”, dan “ibu”, obsesi Jokpin untuk terus mengeksplorasi benda-benda domestik lain di sekitar tubuh manusia ternyata belum habis. Bahkan secara radikal, dalam Haduh , aku di-follow , upaya Jokpin untuk mengeksplorasi be...

Satu Sajak Anna Akhmatova

MENGENANG M. B . Inilah pemberianku, tanpa mawar di kuburmu, atau pembakaran sebatang dupa. Kau tinggal menyendiri, sampai akhir memelihara penghinaanmu yang luar biasa. Kau minum anggur, menceritakan lelucon paling licik, hingga suatu saat tercekik di dinding menyesakkan. Kau biarkan perempuan asing buruk masuk, lalu ia pun tinggal bersamamu. Kini kau pergi, tak seorang pun mengucapkan sepatah kata mengenai kehidupanmu yang agung dan bermasalah. Hanya suaraku, mirip flute , akan meratap pada upacara bodoh pemakamanmu. Oh, siapa berani percaya bahwa aku setengah gila, aku sakit, berkabung untuk masa lalu yang terkubur, aku, membara di atas lambat nyala api, kehilangan segalanya sekaligus melupakan segalanya, ditakdirkan untuk memperingati seorang lelaki yang begitu penuh kekuatan dan kemauan serta temuan-temuan menggembirakan yang tampaknya saat kemarin bercakap denganku tengah menyembunyikan getar lukanya yang mematikan itu. (Di...

Satu Puisi Zulkifli Songyanan (2014)

SEKADAR SAJAK —Rose Novia Di tepi telaga yang luas dan tenang itu kupandangi lagi wajahmu. Betapa lebat sepasang alis matamu betapa hebat engkau menggentarkan hatiku. Matamu, bola dunia yang sesungguhnya itu ternyata menyimpan ketenangan dan keluasan sebuah telaga. Sungguh segar udara kuhirup di sela embusan napasmu. Aku pun percaya bibirmu yang sehat dan pipimu yang padat tak kalah mempesona tinimbang tanah coklat menumbuhkan aneka bunga. Menyusuri seluruh rahasia dan keindahan di wajahmu hatiku sampan kecil yang sengsara terguncang seketika, mabuk dalam pusaran senyumanmu yang bersahaja. Di dekatmu, derita hidup itu tak ada. Bahkan saat kupandangi lagi matamu yang teduh aku benar-benar lupa bahwa aku sekadar menulis sajak, di tepi sebuah telaga.

Satu Puisi Zulkifli Songyanan (2013)

SURAT DARI BANDUNG —buat Wieteke van Dort Hallo, Nyonya. Seorang perempuan tua tersesat dalam tubuhku. Ia mengingatkanku padamu lewat Hallo Bandoeng yang dengan lembut diucapkannya saban waktu. Dan konon, Nyonya perempuan tua itu masih mencari anak-cucunya yang ditakdirkan hidup abadi dalam sepotong refrain pada lagu Belandamu. (Sungguh aku tak mengenal siapa mereka meski perempuan malang itu terus saja bicara: anakku tentara, istrinya perempuan coklat dari Jawa). Nyonya tiap kali perempuan tua itu bicara tentang rindu aku mengerti, betapa sia-sia ia hidup. Tanpa rendezvous , baginya, waktu adalah sebatang sungai yang tandus. Pernah suatu ketika perempuan tua itu berteriak: anakku, anakku! keajaiban, kini terdapat pada kepingan gulden dan bentangan kawat! (Dan benar, Nyonya. betapa ajaib akhirnya, gulden dan kawat menyampaikan maut ke k...