![]() |
Ronaldus Asto Dadut. Sumber: SATU Indonesia Astra |
Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu
kantong pekerja migran di Indonesia. Meski begitu, Ronaldus Asto Dadut tak
mengira nasib mereka begitu buruk.
Suatu hari pada tahun 2014, semasa Asto kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana, Kupang, dia diminta seorang dosen dari Kampus Unwira Kupang, untuk menjemput korban human trafficking yang telah disekap selama 3 bulan.
Ia kaget mendapati 15 korban tersebut kebanyakan perempuan, dalam keadaan depresi dan tidak terurus. Pada tahun itu juga, Ronaldus bersama teman-temannya mendirikan Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan (J-RUK) Sumba. Sampai kini, mereka sudah memberikan berbagai penyuluhan mengenai Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan sosialisasi pencegahan human trafficking (perdagangan manusia).
Jaringan Relawan Untuk Kemanusiaan (J–RUK ) Sumba adalah Sebuah komunitas bersama lintas batas yang peduli akan kemanusiaan. Komunitas ini fokus pada edukasi preventif masalah human trafficking, kesehatan dan pendidikan dengan mendirikan rumah baca di pulau Sumba - NTT.
Ronaldus Asto Dadut atau yang biasa dipanggil Asto merupakan pemuda asal Tambolaka, Nusa Tenggara Timur, yang memiliki kepedulian terhadap besarnya bahaya dari human trafficking (penjualan manusia).
Asto yang memiliki latar belakang pendidikan kesehatan masyarakat ini, mulai tergerak hatinya setelah menyaksikan langsung kondisi para buruh migran yang baru saja dipulangkan dari Malaysia pada 2012. Kondisi buruh yang sebagian besar wanita ini cukup menyedihkan dengan beberapa yang memiliki bekas kekerasan fisik dan juga tingkat depresi tinggi.
Setelah melihat langsung kondisi para buruh migran yang jasmani dan rohaninya kurang baik, Asto pun berinisiatif membentuk sebuah komunitas yang berfokus pada edukasi kesehatan dalam masalah human trafficking kepada para masyarakat di pedalaman Sumba Barat Daya.
Kondisi masyarakat pedalaman yang sangat terbatas dari berbagai informasi menjadikan mereka sebagai prioritas untuk mendapatkan pelayanan dari gerakan yang digagas Asto. Adapun komunitas ini kemudian dinamakan Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan (J-RUK) Sumba, yang juga dikenal dengan gerakan Stop Bajual Orang.
J-RUK memiliki materi edukasi berupa penjelasan tentang prosedur ketika hendak berangkat menjadi buruh migran, penanggulangan tepat bagi anak-anak yang ditinggal orang tuanya berangkat menjadi buruh migran, serta berbagai upaya penanganan dan pendampingan bagi para buruh migran yang pulang dengan masalah psikologis maupun kesehatan fisik.
Selain itu, J-RUK juga melatih masyarakat untuk tidak melulu berpikir menjadi buruh migran dengan berbagai solusi pekerjaan yang dapat dilakukan tanpa harus pergi jauh dari tempat mereka berasal.
Asto, melalui J-RUK yang digagasnya, juga menyasar anak-anak muda untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan ini. Menurut dia, anak-anak muda berpotensi menjadi agen pencerdas bagi anak-anak maupun golongan tua untuk memiliki pola pikir yang maju dan jauh dari mental buruh migran. Baginya, anak muda adalah pemutus mata rantai kondisi menyedihkan para buruh migran.
Tahun 2014 adalah awal dari perjalanan luar biasa Asto dalam memerangi human trafficking. Pada tahun itu, bersama teman-temannya, ia mendirikan Jaringan Relawan untuk Kemanusiaan atau disebut J-RUK Sumba. Misi utama terbentunya relawan ini untuk memberikan penyuluhan mengenai Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan sosialisasi pencegahan human trafficking.
Pada 2017, J-RUK Sumba yang didirikan oleh Asto telah memberikan penyuluhan mengenai PHBS kepada 2.889 anak. Relawan ini juga memberikan pembekalan tentang kebersihan dan kesehatan yang sangat penting dalam lingkungan yang rentan terhadap penyakit. Selain itu lebih dari 5.307 orang dewasa telah mendapatkan penyuluhan mengenai pencegahan praktik human trafficking.
Mereka telah menjangkau komunitas-komunitas yang paling membutuhkan penyuluhan ini dan mencoba memberikan perlindungan kepada mereka yang rentan mengalami kejadian tersebut akibat dari kurangnya sosialisasi terkait pencegahan informasi yang tidak benar.
Nusa Tenggara Timur dikenal sebagai destinasi pekerja migran ternyata juga menjadi saksi bisu tragedi kemanusiaan. Di tengah panorama alam yang indah terdapat kisah-kisah mencekam yang tidak banyak orang tahu. Ronaldus Asto Dadut atau yang lebih akrab dipanggil Asto, adalah seorang pemuda asli Nusa Tenggara Timur yang lahir dan besar di tengah realitas peristiwa bahaya ini.
Cerita ini bermulai ketika ia masih kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana, Kupang. Saat ini salah satu dosen meminta bantuan Asto untuk menjemput korban human trafficking yang telah disekap selama tiga bulan.
Saat Asto sampai di tempat tersebut apa yang ia temui benar-benar mengguncang hatinya.Saat itu Asto adalah seorang pria berusia 25 tahun yang penuh semangat dan tekad. Ia memiliki impian yang lebih besar lagi dalam mewujudkan kesejateraan bagi masyarakat dilingkungannya. Ia ingin mendirikan rumah singgah bagi anak-anak di Nusa Tenggara Timur yang rentan terhadap human trafficking.
Impian ini tak pernah pudar dan ia bekerja keras untuk mewujudkannya. Impian ini mencerminkan tekadnya untuk memberikan perlindungan kepada mereka yang sangat membutuhkan khususnya anak-anak yang terlantar dan terpinggirkan di wilayah Sumba.
Asto adalah bukti hidup bahwa satu individu dengan tekad dan hati yang penuh kasih bisa membawa perubahan besar dalam masyarakat. Ia adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang telah membela mereka yang tak memiliki suara. Kisahnya mengingatkan kita akan kekuatan kebaikan dan semangat dalam menghadapi kenyataan yang keras.
Itulah kisah inspiratif tentang Ronaldus Asto Dadut yang berhasil penerima "SATU Indonesia Awards" tahun 2017 dengan tekad bulat melawan maraknya human trafficking di tanah Kupang Nusa Tenggara Timur.
Semoga menginspirasi!
Komentar
Posting Komentar