Sepanjang 2020, sependek amatan saya, rasa-rasanya tak ada penerbit independen (indie) di Indonesia yang memperlakukan penulis se-serius Penerbit Teroka. Sebelum buku naik cetak, mereka melakukan promosi amat gencar dan niat—lihat konten-konten media sosialnya . Setelah buku dicetak dan didistribusikan kepada pembaca (terutama lewat jaringan toko buku online ), penerbit juga rajin bikin diskusi. Selain menggelar diskusi mandiri, Teroka juga menggelar diskusi buku terbitan mereka lewat jalur kolaborasi dengan banyak pihak, antara lain: institusi pendidikan dan komunitas-komunitas literasi. Sekilas, hal demikian tampak biasa saja. Begitulah idealnya penerbit bekerja. Namun mengingat semua itu dilakukan secara daring—semua tahu, pandemi Covid-19 bikin banyak kegiatan mesti dilangsungkan via internet—apa yang dikerjakan Teroka justru menunjukkan kejelian mereka menyikapi peluang sekaligus menyiasati keadaan. Setelah buku dibaca publik dan publik menyampaikan tanggapannya lewat berbag...